Kamis, 19 Oktober 2017

RESUME

Rancang Bangun Maximum Power Point Tracking
pada Panel Photovoltaic Berbasis Logika Fuzzy di Buoy
Weather Station

Oleh Bayu Prima Juliansyah Putra, Aulia Siti Aisjah, dan Syamsul Arifin
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

Salah satu aplikasi yang sering digunakan dalam bidang energi terbarukan adalah panel photovoltaic. Panel ini memiliki prinsip kerja berdasarkan efek photovoltaic dimana lempengan logam akan menghasilkan energi listrik apabila diberi intensitas cahaya. Untuk menghasilkan daya keluaran panel yang maksimal, maka diperlukan suatu algoritma yang biasa disebut Maximum Power Point Tracking (MPPT). MPPT yang diterapkan pada sistem photovoltaic berfungsi untuk mengatur nilai tegangan keluaran panel sehingga titik kerjanya beroperasi pada kondisi maksimal. Algoritma MPPT pada panel ini telah dilakukan dengan menggunakan logika fuzzy melalui mikrokontroler Arduino Uno sebagai pembangkit sinyal Pulse Width Modulation (PWM) yang akan dikirimkan menuju DC-DC Buck Boost Converter. Keluaran dari buck boost converterakan dihubungkan secara langsung dengan buoy weather station untuk menyuplai energi listrik tiap komponen yang berada di dalamnya. Untuk menguji performansi dari algoritma MPPT yang telah dirancang, maka sistem akan diuji menggunakan variasi beban antara metode direct-coupled dengan MPPT menggunakan logika fuzzy. Hasil pengujian menunjukkan bahwa MPPT dengan logika fuzzy dapat menghasilkan daya maksimum daripada direct-coupled. Pada sistem panel photovoltaic  ini memiliki range efisiensi 33.07589 % hingga 74.25743 %. Daya mak-simal dapat dicapai oleh sistem untuk tiap variasi beban dan efisiensi maksimal dapat dicapai pada beban 20 Ohm dari hasil pengujian sistem MPPT.
Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah merancang desain sistem panel dengan menanamkan al-goritma Maximum Power Point Tracking (MPPT) dalam sistem tersebut. Sistem panel surya yang dirancang dalam penelitian ini telah diintegrasikan atau digabungkan dengan beberapa komponen rangkaian elektronik seperti sensor arus (ACS712 5A), sensor tegangan (voltagedivider), DC-DC converter, dan mikrokontroler sebagai pusat pengaturan dari sistem panel photovoltaic.
Keluaran dari photovoltaic berupa tegangan dan arus listrik akan menjadi masukan ADC dari mikrokontroler Arduino Uno. Kedua macam keluaran tersebut akan diolah oleh logika fuzzy yang telah ditanamkan di dalam mikrokontroler. Selain itu, keluaran tersebut dihubungan dengan DC-DC Converter dan disalurkan menuju beban system yang terintegrasi. Dalam system ini variabel yangdimanipulasi oleh Duty Cycle (D). Duty Cycle merupakan perbandinan waktu sinyal PWM untuk bernilai ON atau switch off dengan waktu sinyal PWM untuk bernilai OFF atau switch off.
Voltage divider digunakan untuk membaca nilai tegangan pada keluaran panel photovoltaic. Sebelumnya digunakan regulator DC untuk mengubah masukan tegangan ke voltage divider. Sensor tegangan dapat membaca tegangan dari ADC mikrokontroler untuk masukan dari 0 V hingga 20 V. Panel photovoltaic  yang digunakan memiliki spesifikasi keluaran arus listrik hingga 1,25 ampere. Sensor arus ACS712 digunakan untuk membaca besar arus listrik pada keluaran panel. Buck Boost Converter digunakan untuk menaikan atau menurunkan level tegangan.

Perancangan Logika Fuzzy
            Langkah pertama dalam merancang suatu logika fuzzy yaitu dengan menentukan masukan dan keluaran fuzzy. Masukan-masukan system berupa nilai error dan selisih (delta) error yang diperoleh dari hasil pembacaan tegangan dan arus pada pin analogi input arduino. Keluaran dari logika fuzzy berupa dutycycle yanga akan diberikan kepada converter.
            Algoritma MPPT yang dilengkapi dengan logika fuzzy dapat menghasilkan daya maksimal rata-rata dibandingkan dengan direct-coupled. Dengan buck booster converter  dapat meng-efisiensi  antara 33,075% hingga 74,257%. Efisiensi maksimum dapat dicapai pada beban resistor 20Ω. Algoritma MPPT dengan logika fuzzy mampu menaikan daya rata-rata keluaran panel photovoltaic sebesar 52,72% dan meningkatkan efisiensi panel rata-rata sebesar 1,4% pada irradiasi sebesar 980,6 W/m2















Sabtu, 14 Oktober 2017

RESUME

STRATEGI APLIKASI SEL SURYA (PHOTOVOLTAIC CELLS) PADA
PERUMAHAN DAN BANGUNAN  KOMERSIAL

Oleh Mintorogo, Danny Santoso




Sel Surya diproduksi dari bahan semikonduktor yaitu silicon, berperan sebagai insulator pada temperatur rendah dan sebagai konduktor bila ada energi dan panas. Sebuah Silikon Sel Surya adalah sebuah diode yang terbentuk dari lapisan atas silikon tipe n (silicon doping “phosphorous”), dan lapisan bawah silikon tipe p (silicon doping of “boron”).
Sebuah Sel Surya dalam menghasilkan energi listrik (energi sinar matahari menjadi photon) tidak tergantung pada besaran luas bidang Silikon, dan secara konstan akan menghasilkan energi berkisar ± 0.5 volt — max.600 mV pada 2 amp 6, dengan  kekuatan radiasi matahari 1000 W/m2 = ”1 Sun” akan menghasilkan arus listrik (I) sekitar 30 mA/cm2 per sel surya.
Pengoperasian maximum Sel Surya sangat tergantung pada :
a.    ambient air temperature
b.    radiasi solar matahari (insolation)
c.    kecepatan angin bertiup
d.    keadaan  atmosfir bumi
e.    orientasi panel atau array PV
f.     posisi letak sel surya (array) terhadap
       matahari (tilt angle )
Sebuah Sel Surya dapat beroperasi secara maximum jika temperatur sel tetap normal (pada 25 derajat Celsius), kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperature normal pada PV sel akan melemahkan voltage (V).  Setiap kenaikan temperatur Sel Surya 1 derajat celsius (dari 25 derajat) akan berkurang sekitar 0.4 % pada total tenaga yang dihasilkan, atau akan melemah 2x lipat untuk kenaikkan temperatur Sel per 10 derajad C.
Radiasi solar matahari di bumi dan berbagai lokasi bervariable, dan sangat tergantung keadaan spektrum matahari ke bumi. Insolation matahari akan banyak berpengaruh pada current (I) dan sedikit pada volt.
Kecepatan tiup angin disekitar lokasi PV array dapat membantu mendinginkan permukaan temperatur kaca-kaca  PV array.
Keadaan atmosfir bumi yang berawan, mendung, jenis partikel debu udara, asap, uap air udara (Rh), kabut dan polusi sangat mementukan hasil maximum arus listrik dari deretan PV.
Orientasi dari rangkaian PV (array)  ke arah matahari secara optimum adalah penting agar panel/deretan PV dapat menghasilkan energy maximum. Selain arah orientasi, sudut orientasi (tilt angle) dari panel/deretan PV juga sangat mempengaruhi hasil energy maximum.
Untuk lokasi yang terletak di belahan Utara latitude, maka panel/deretan PV sebaiknya diorientasikan ke Selatan, orientasi ke Timur – Barat walaupun juga dapat menghasilkan sejumlah energi dari panel-panel/deretan PV, tetapi tidak akan mendapatkan energi matahari optimum.
Tilt Angle (sudut orientasi Matahari) Mempertahankan sinar matahari jatuh ke sebuah permukaan panel PV secara tegak lurus akan mendapatkan energi maximum ±1000 W/m2 atau 1 kW/m2.   Kalau tidak dapat mempertahankan ketegaklurusan antara sinar matahari dengan bidang PV, maka extra luasan bidang panel PV dibutuhkan (bidang panel PV terhadap sun altitude yang berubah setiap jam dalam sehari). Solar Panel PV pada Equator (latitude derajat) yang  diletakkan mendatar (0) akan menghasilkan energi maximum, sedangkan untuk lokasi dengan latitude berbeda harus dicarikan “tilt angle” yang optimum.


Photovoltaics (PV) Generator
Agar dapat memperoleh sejumlah voltage atau ampere yang dikehendaki, maka umumnya masing-masing sel surya dikaitkan satu sama lainnya baik secara hubungan “seri” ataupun secara “pararel” untuk membentuk suatu rangkaian PV yang lazim disebut “Modul”. Sebuah modul PV umumnya terdiri dari 36 sel surya atau 33 sel, dan 72 sel. Beberapa modul PV dihubungkan untuk membentuk satu rangkaian tertentu disebut “PV Panel”, sedangkan jika berderet-deret modul PV dihubungkan secara baris dan kolom disebut “PV Array”.
Hubungan sel-sel surya dalam Modul dapat dilakukan secara “Seri” untuk mendapatkan varian voltage umumnya 12V, dan secara “Pararel” untuk mendapatkan varian “Arus Listrik” (current). Hubungan Modul-modul PV pada Array juga dapat dihubungkan secara “Seri” untuk mendapatkan voltage yang tinggi, dan dihubungkan secara “Parerel” untuk mendapatkan ampere yang besar.

Photovoltaic (PV) System
Aliran listrik yang didapat dari panel/deretan PV akan berupa listrik DC (direct current), kemudian disimpan ke accu, dan sebagian listrik DC dirubah ke AC (alternating current) dengan alat inverter (DC dirubah ke AC) untuk dipakai dengan alat “household”- lemari es, TV, lampu-lampu, pompa air, dsb., kemudian sebagian DC dapat dipakai langsung untuk sebagian alat dengan spesifikasi DC.
Agar dapat menperoleh energy optimum dari sisi perletakkan modul/deretan PV baik pada unit perumahan maupun bangunan komersial, maka ada 5 cara perletakkan
deretan/modul PV:
1. Fixed Array
2. Seasonally Adjusted Tilting
3. One axis tracking
4. Two axis tracking
5. Concentrator Arrays

1. Fixed Array
Deretan modul PV diletakkan pada struktur peyanggah PV (rangka tersendiri) atau menyatu ke struktur atap. Pemasangan secara “PV Tetap” sering dilakukan karena paling mudah dalam pelaksanaan dan biaya sedikit. Perhitungan sudut kemiringan (tilt angle) pada suatu lokasi berdasarkanLatitude optimum pada posisi 21 Maret & 21 September (solstices)  yaitu : “Latitude Angle Location + 23 derajat “ Padahal sudut “altitude” dari matahari berubah secara konstan dalam hitungan hari dalam setahun, maka sudut deklinasi harus diperhitungkan untuk posisi matahari, yaitu
posisi tepat
desember 21             =  - 23.45 derajat
maret 21                     =       0     derajat
juni 21                        =  + 23.45 derajat
september 21            =       0      derajat
maka untuk “Tilt Angle” berdasarkan sudut altitude matahari pada suatu lokasi dalam suatu waktu : Altitude Angle = 90 derajat - latitude angle + declination angle
Untuk suatu lokasi yang  energi radiasi hampir konstan dalam setahun (sangat dekat ke Equator ) maka dapat juga pakai rumus ini untuk “Tilt Angle” optimum fixed arrays, : Latitude + 15 derajat. Disamping menemukan “tilt angle” optimum, maka deretan modul-modul PV tetap diarahkan ke Utara untuk lokasi di latitude Selatan, dan sebaliknya.

A.     Pemasangan Fixed Array PV pada atap perumahan (Pelana/Perisai).
Ada 2 macam pemasangan “Roof-Mounted Photovoltaics Arrays/Modules” pada atap perumahan, yaitu :
1. Shingle Module
Deretan modul-modul PV dipasang dan dikaitkan dengan besi/rangkan PV diatas penutup atap “sirap atau asbes gelombang”, genteng metal juga dimungkinkan karena cukup datar untuk perletakan rangka PV.
2. Integral Roof Modules
Deretan modul PV dipasang secara integrasi dengan struktur rangka atap (dibutuhkan gording dan jurai); modul PV sebagai pengganti sebagian atau seluruh penutup atap sesuai luasan modul PV yang dikehendaki. Sistim modul PV integrasi dengan atap harus kedap air hujan baik pada deretan modul PV sendiri maupun pada hubungan modul PV dengan penutup atap lainnya.

B. Pemasangan Fixed Array PV pada Lisplank
Overstack (Rain-Screen Cladding ) Deretan module PV dipasang secara tetap pada bidang lisplank overstack untuk menghasilkan energi listrik surya dan berfungsi sebagai bahan material bangunan.

C. Pemasangan Fixed Array PV pada Dinding Bangunan (Curtain-Wall,Glass-Cladding)
Modul PV sebagai Wall-Cladding memakai silikon efisiensi tinggi yaitu: “Mono-cyrstalline”; dan sebagai Glass-Cladding (semi-transparan) memakai silikon “Amorphous” dan “Crystalline”. Teknologi PV Glass-cladding memungkinkan para arsitek mendesain bangunan yang hemat energi (listrik surya), kreatif, innovatif, keseimbangan estetik pada desain.

2. Seasonally Adjusted Tilting
Deretan modul PV dapat dirubah secara manual sesuai waktu (Maret/Juni/Sept./Des.) yang dikehendaki untuk pengoptimalan “tilt angle”.  Untuk lokasi yang terletak pada “Mid- latitude” dapat mengubah sudut modul PV setiap 3 bulan, dan akan meningkatkan produksi energy surya ± 5%.

3. One Axis Tracking
Panel modul PV dapat mengikuti lintasan pergerakan matahari dari Timur ke Barat secara otomatis  akan mendapatkan efisiensi ± 20% dibandingkan Fixed Arrays.

4. Two Axis Tracking
Panel modul PV dapat mengikuti lintasan pergerakan matahari dari Timur ke Barat serta orientasi Utara-Selatan secara otomatis  akan mendapatkan efisiensi ± 40% dibandingkan Fixed Arrays.

5. Concentrator Arrays

Deretan lensa optik dan cermin yang menfokuskan pada suatu area Sel Surya (PV) efisiensi tinggi.

Rabu, 11 Oktober 2017

Resume


ANALISIS KAPASITAS KANAL TERHADAP
JUMLAH ANTENA PADA SISTEM  MIMO
(MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT) 

oleh
Ahmadi, Candra 
Jurnal Ilmiah SISFOTENIKA Vol. 5, No. 1,  Januari  2015 



MIMO adalah singkatan dari Multiple Input Multiple Output. Teknologi ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli dari Bell Laboratories pada tahun 1984. Pada metode MIMO, sebuah receiver dan transmitter menggunakan lebih dari satu antena, tujuannya adalah untuk menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. Dengan menggunakan antena jamak tersebut mengakibatkan kinerjanya menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan sistem Singel Input Singel Output (SISO). Meskipun dalam pengiriman sinyal lebih cepat, MIMO juga masih memilki kelemahan yaitu adanya waktu interval yang menyebabkan delay pada antena saat mengirimkan sinyal. Waktu interval ini terjadi karena adanya proses dimana sistem harus membagi sinyal mengikuti jumlah antena yang dimiliki oleh perangkat MIMO yang jumlahnya lebih dari satu.

Skema antenna pengirim dan penerima










MIMO merupakan suatu teknologi yang muncul menggunakan prinsip diversity dengan tujuan meningkatkan data rate dalam range yang lebih besar tanpa membutuhkan bandwidth atau daya transmisi yang besar. Performansi MIMO sendiri dipengaruhi oleh kombinasi jumlah antena pada pengirim dan penerima serta metode/algoritma deteksi MIMO-nya.  

Untuk bagian atas pada sistem mimo merupakan kanal sedangkan pada bagian bawah merupakan bagian signal processing dan coding. Komponen RF berada pada kanal karena mempengaruhi transfer function end-to-end (TF end-to- end). Dalam sistem ini, data Q dinyatakan dengan symbol vektor b (n) (n adalah indeks waktu) yang diencode kedalam kode x  (n) yang berupa baseband kompleks diskrit time sebanyak dan data dalam bentuk discret ekompleks pada sisi pemancar. Bagian Coding mendistribusikan data tersebut (simbol) ke block pulse shaping. Block ini berfungsi untuk mengkonversi data sample time discrete menjadi sinyal continue dalam bentuk (ωx), dimana ω adalah frekuensi, selanjutnya akan disalurkan ke input dari kanal (pada bagian RF chain dan antenna). Kanal ()ωH menggabungkan sinyal input untuk memperoleh elemen output pada system penerima vector sinyal rn()ωy, filter yang sesuai kemudian memproduksi sample data dalam waktu discrete, dan selanjutnya space atau time decoder membangkitkan data kembali dalam domain waktu ke sisi penerima.

Sistem Distributed Multiple Input Multiple Output (D-MIMO) atau yang dapat disebut dengan sistem MIMO terdistribusi merupakan system komunikasi yang menggunakan beberapa antena pada satu sisi (dalam hal ini sisi pemancar) secara terdistribusi diantara port-port yang terpisah secara lebar, dimana setiap port yang ada saling mengirimkan informasi ke satu penerima dengan cara tertentu. Perbedaan utama antara sistem D-MIMO dan C MIMO terletak pada banyaknya antena yang berada pada satu sisi (pada kasus ini pada sisi pemancar) yang letaknya terdistribusi diantara port-port yang terpisah secara lebar (multiple widely separated radio ports) dan fading yang terjadi berupa fading skala kecil dan besar akan diukur pada masing-masing link antara port-port radio tersebut.  

Pada model kanal realitas, kanal berada pada lingkungan penuh dengan scattering.  Faktor penting yang mempengaruhi kapasitas sistem mimo adalah jumlah kondisi kanal k dengan nilai k yang tergantung pada perbandingannya. Untuk mimo konvensional atau dikenal sebagai colocated mimo atau C MIMO terdapat beberapa kasus khusus yang terjadi yaitu Kanal C MIMO ideal dan Korelasi fading. Kanal C MIMO ideal terjadi ketika fading tidak berkorelasi pada kedua sisi pemancar dan penerima, hal tersebut terdapat sejumlah jalur independent antar keduanya, dengan teori central limit matriks kanal yang mempunyai tipe full rank dan dalam keadaan baik. Sedangkan korelasi fading terjadi ketika fading berkorelasi pada kedua sisi yang berkaitan dengan ketidak sesuaian scattering, jarak antena atau sebaran sudut, tetapi masih dalam keadaan kanal  matriks di atas menjadi kurang sempurna.

Dengan bantuan lintasan propagasi radio yang jamak akibat adanya berbagai obyek penghambur gelombang di sekeliling antena, perangkat penerima dapat didesain untuk mampu memilah-milah sinyal yang berbeda-beda tersebut. Sistem MIMO mampu memanfaatkan keberadaan lintasan jamak ini untuk menciptakan sejumlah kanal ekivalen yang seolah-olah terpisah satu sama lain. Ini bisa dipandang sebagai suatu mukjizat tersendiri karena pada kondisi normal keberadaan lintasan jamak justru bersifat merugikan sebab menimbulkan fading. Aplikasi MIMO pun kemudian dapat diarahkan untuk mencapai dua tujuan yang berbeda yang diwujudkan dalam dua teknik: multipleks spasial dan pengkodean ruang-waktu. Multiple Input Multiple Output (MIMO) Sistem ini menggunakan sejumlah M antena pemancar dan sejumlah N antena penerima untuk dapat mentransmisikan sinyal informasi dari beberapa pengirim ke beberapa penerima.

IEEE 802.11n dibuat berdasarkan standard sebelumnya 802.11 dengan menambahkan Multiple-Input-Multiple-Output (MIMO) dan operasi Channel-bonding / 40 Mhz pada layer Physical, dan aggregasi frame pada layer MAC.  MIMO menggunakan beberapa antenna transmitter dan receiver untuk memperbaiki kinerja systemnya. MIMO adalah technology yang menggunakan beberapa antenna untuk secara koheren mengurai lebih banyak informasi dibanding menggunakan satu antenna tunggal. Dua keuntungan penting yang diberikan kepada 802.11n adalah keragaman antenna dan spatial multiplexing. Pada multipleks spasial, aliran data berlaju tinggi dipecah-pecah menjadi sejumlah aliran paralel sesuai dengan jumlah antena pemancar, masing-masing dengan laju yang lebih rendah dari aliran aslinya.

Teknology MIMO mengandalkan sinyal-2 dari berbagai arah. Sinyal-2 dari berbagai arah ini adalah pantulan sinyal-2 yang sampai pada antenna penerima beberapa saat setelah transmisi sinyal utama yang satu garis (Line of sight) sampai.  Pada jaringan 802.11a/b/g yang bukan MIMO, sinyal-2 dari berbagai arah ini diterima sebagai interferensi yang hanya mengurangi kemampuan penerima untuk mengumpulkan informasi yang ada dalam sinyal.

Senin, 09 Oktober 2017

Resume 
Teknik Transmit Diversity Sederhana untuk Komunikasi Nirkabel 


oleh Siavash M. Alamouti
IEEE Journal on Select Areas in Communications Vol. 16 No. 8 October 1998

Generasi baru untuk sistem nirkabel haruslah mempunyai kualitas suara yang lebih bagus jika dibandingkan dengan mobile cellular yang ada pada saat itu. Remote unit yang digunakan harus lebih kecil dan simple, serta dapat dioperasikan di berbagai lingkungan, baik secara makro maupun mikro, di kota, pinggiran kota maupun pedesaan, dan di dalam ruangan maupun di luar ruangan.

Fenomena multipath fading membuat teknologi nirkabel terasa sulit untuk diaplikasikan jika dibandingkan dengan penggunaan fiber, kabel coaxial, gelombang mikro line of sight dan transmisi satelit. Secara teori yang dilakukan untuk menekan efek dari fenomena tersebut adalah dengan mengatur kekuatan pancaran transmitter. Jika kondisi kanal pada receiver di satu sisi dapat diketahui oleh transmitter pada sisi yang lain, transmitter dapat merubah sinyal untuk mengatasi efek yang terjadi pada receiver. Namun, teknik ini memiliki kendala pada jarak dinamis transmitter. Untuk mengatasi fading, transmitter harus meningkatkan power pada level yang sama yang mana tidak praktis karena pembatasan power radiasi dan ukuran serta biaya yang dibutuhkan untuk amplifier. Sedangkan kendala kedua adalah transmitter tidak mengetahui kondisi kanal pada receiver. Metode lainnya yang bisa digunakan adalah time and frequency diversity. Namun metode ini terkendala dengan adanya delay yang disebabkan oleh time interleaving. Metode yang lainnya lagi yaitu antenna diversity juga tidak efektif karena membutuhkan banyak biaya untuk membuat beberapa antena pada receiver.

Beberapa metode yang lebih menarik dari transmit diversity telah dikemukakan. Sebuah pola delay diversity telah diusulkan oleh Wittneben dan Winters. Sebuah single base station yang mana salinan-salinan dari simbol yang sama dipancarkan melalui banyak antena pada waktu yang berbada sehingga menciptakan multipath distortion. Kemudian sebuah MLSE (Maximum Likelihood Sequence Estimator) atau sebuah MMSE (Minimum Mean Squared Error) digunakan untuk mengatasi multipath distortion tersebut dan didapatkan di diversity gain. Metode lainnya adalah dengan space-time trellis coding, dimana simbol di-encode sesuai dengan antena dimana simbol-simbol tersebut dipancarkan secara bersama-sama dan di-decode menggunakan sebuah Maximum Likelihood Decoder. Pola ini sangat efektif karena mengkombinasikan pemanfaatan dari pengkodean FEC (Forward Error Correction) dan diversity tranmission untuk menyediakan gain yang bagus.

Teknik yang diusulkan pada jurnal ini adalah sebuah pola transmit diversity sederhana yang mana meningkatkan kualitas sinyal pada receiver pada satu sisi link dengan pemrosessan sederhana di 2 antena transmitter pada sisi yang berlawanan. Diversity order yang didapatkan sama dengan MRRC (Maximal Ratio Receiver Combining) yang menggunakan 1 antena transmitter dan 2 antena receiver. Teknik transmit diversity tidak membutuhkan umpan balik dari receiver ke transmitter dan teknik ini hanya membutuhkan kompleksitas penghitungan yang kecil. Teknik ini juga tidak membutuhkan penambahan bandwidth karena redundansi digunakan pada ruang di antara antena-antena, tidak pada waktu dan frekuensi.

Pola transmit diversity dapat memperbaiki error performance, data rate, atau kapasitas dari sistem komunikasi nirkabel. Sensitifitas yang menurun terhadap fading memungkinkan penggunaan pola modulasi dengan level yang lebih tinggi untuk meningkatkan data rate dan meningkatkan kapasitas sistem. Pola ini juga memungkinkan digunakan untuk meningkatkan jarak atau jangkauan area sebuah sistem nirkabel. Pola baru ini afektif pada semua aplikasi dimana sistem kapasitas sistem dibatasi oleh multipath fading selanjutnya sistem ini simple dan tidak membutuhkan banyak biaya. Lebih jauh lagi, pola ini sangat cocok untuk sistem nirkabel generasi yang baru karena efektif mengurangi efek dari fading pada remote unit yang menggunakan banyak antena transmitter pada base station.

Dengan segala keunggulannya, teknik transmit diversity juga memiliki beberapa kelemahan, metode ini membutuhkan transmisi 2 simbol yang berbeda secara bersamaan pada 2 antena. Jika sistem dibatasi pada power radiasi untuk tujuan mendapatkan total power radiasi yang sama dari 2 antena transmitter, energi yang dialokasi pada masing-masing simbol harus dijadikan setengah. Pengurangan power sebesar 3 dB pada amplifier sangat signifikan dan mungkin diinginkan pada beberapa kasus. Metode ini sedikit lebih mahal untuk penggunaan 2 amplifier dengan power setengah dari pada 1 amplifier dengan power penuh. Lagi pula jika pembatasan hanya dilakukan pada power RF, maka total power yang diradiasikan mungkin bisa digandakan.

Ada banyak hasil penghitungan dan eksperimen yang mengindikasikan bahwa jika 2 antena receiver digunakan untuk menyediakan diversity pada receiver base station, maka jarak antar antena harus dipisahkan 10 kali dari panjang gelombang untuk menyidiakan decorrelation yang cukup.

Salah satu keuntungan dari kombinasi pola receive diversity adalah dengan bertambahnya rangkaian receiver, jadi jika salah satu rangkaian receiver gagal dan yang lain masih beroperasional, maka sinyal masih dapat terdeteksi meskipun dengan kualitas yang rendah. Secara umum hal ini disebut sebagai soft failure.